عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « مَا مِنَ الأَنْبِيَاءِ نَبِىٌّ إِلاَّ أُعْطِىَ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ ، وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِى أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَاهُ اللَّهُ إِلَىَّ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: tidak ada seorang pun dari para Nabi kecuali ia telah diberi sesuatu yang membuat manusia mau beriman kepadanya. Adapun aku ini diberi wahyu yang Allah wahyukan kepadaku. Aku berharap bahwasanya aku menjadi orang yang paling banyak pengikutnya di antara para Nabi.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari [1]
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah memberikan wahyu, yaitu Al-Quran ini, sebagai mukjizat yang membuat manusia mau beriman kepada beliau. Kemukjizatan Al-Quran maksudnya adalah: Al-Quran ini menjadi bukti kebenaran pengakuan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai utusan Allah berupa nampaknya kelemahan orang Arab pada masa itu dan juga bangsa-bangsa lain untuk menandingi Al-Quran. Adapun mu’jizat adalah sesuatu yang luar biasa yang menantang tetapi tidak dapat dikalahkan. [2]
Nabi telah menantang orang Arab dengan Al-Quran ini tetapi mereka tidak dapat mengalahkannya meskipun ketika itu mereka berada di puncak kefasihan dan kedalaman bahasa. Hal ini bukan lain karena Al-Quran itu adalah mukjizat.
A. Bentuk Kemukjizatan Al-Quran [3]
Berikut ini pendapat-pendapat ulama tentang bentuk kemukjizatan Al-Qur’an:
- Mu’jizat Al-Quran itu berupa dipalingkannya orang-orang Arab dari keinginan untuk mengalahkannya meskipun sebenarnya mereka mampu dan ini merupakan suatu hal yang luar biasa. Inilah pendapat Abu Ishaq Ibrahim An-Nadlam dan pengikutnya. Adapun Al-Murtadli berpendapat bahwa mu’jizat Al-Quran itu berupa dihilangkannya ilmu-ilmu yang diperlukan untuk dapat menandingi Al-Quran.
Pendapat ini dianggap salah karena kalau demikian yang menjadi mukjizat itu bukan Al-Quran itu sendiri tetapi takdir/ketetapan Allah untuk berbuat demikian.
Al-Qadli Abu Bakar Al-Baqilani mengatakan bahwa indikator kesalahan pendapat ini adalah kalau yang menghalangi kalahnya Al-Quran ini adalah takdir Allah berarti Al-Quran itu mungkin ditandingi. Dengan demikian, kalamullah/Al-Quran itu tidak mempunyai kelebihan apapun atas teks-teks yang lainnya. Pendapat yang salah ini juga telah ditolak oleh Al-Quran Al-Karim itu sendiri dalam firmanNya: ((”Katakanlah, wahai Muhammad, sungguh kalaupun manusia dan jin itu berkumpul/bersatu untuk membuat suatu yang semisal dengan Al-Quran, niscaya tidaklah mereka itu dapat melakukannya meskipun sebagian mereka saling menguatkan/bantu membantu dengan sebagian yang lain.”)) QS Al-Isra: 88. Ayat ini menunjukkan bahwa mereka itu tidak dapat mengalahkannya meskipun mereka itu benar-benar melakukannya.
Mukjizat Al-Quran itu berupa balaghah (gaya bahasanya) yang telah mencapai tingkat yang tak tertandingi. Pendapat ini adalah pendapat para ahli bahasa Arab yang telah kenyang dengan berbagai bentuk rangkaian kata yang penuh hikmah dan ilmu Bayan yang mengagumkan.
- Mukjizat Al-Quran itu berupa kandungan ilmu Badie yang asing dan menyelisihi umumnya ucapan orang Arab berupa fawashil dan maqathi’.
Al-Quran itu bukan nadlam, sajak, khutbah, surat, cerita, ataupun prosa. Ia merupakan kata-kata yang dipilih dan dirangkai dengan sedemikian indah. Ia memiliki keindahan bahasa nadham, kelugasan prosa, keserasian bahasa sajak, kekuatan bahasa khithobah, dan kelebihan macam-macam bahasa manusia tersebut. Ia merupakan paduan dari semua itu yang dirangkai dan diatur dengan indah. [4] ia memiliki metode tersendiri yang unik yang mengungguli kelebihan masing-masing jenis bahasa manusia di atas. [5]
- Mukjizat Al-Quran itu berupa berita peristiwa-peristiwa yang gaib, baik yang sudah maupun yang belum terjadi, yang tentu beliau tidak mengetahuinya kecuali melalui wahyu. Juga berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak awal penciptaan yang tidak mungkin diketahui oleh seorang yang buta huruf yang tidak pernah berhubungan dengan ahli kitab.
Pendapat ini juga tertolak karena: dengan demikian, ayat-ayat yang bukan berupa berita tentang peristiwa-peristiwa gaib yang sudah dan akan terjadi itu tidak memiliki daya mukjizat. Tentu saja pendapat ini salah karena Allah telah menjadikan suatu surat itu seluruhnya merupakan mukjizat.
- Mukjizat Al-Quran itu berupa ilmu-ilmu yang bermacam-macam dan hikmah-hikmah yang mendalam yang terkandung dalamnya.
Masih ada beberapa segi kemukjizatan Al-Quran ini yang disebutkan oleh ulama. Kesemuanya bermuara kepada lima segi di atas. Ada ulama yang mengelompokkannya dalam sepuluh segi atau lebih.
Adapun Manna’ Al-Qaththan sendiri mengatakan bahwa Al-Quran itu merupakan mukjizat ditinjau dari segala aspeknya:
Al-Quran ini merupakan mukjizat dari segi lafadh dan gaya bahasanya. Setiap hurufnya merupakan mukjizat yang tidak dapat digantikan dalam kaitannya dengan tiap katanya. Begitu pula setiap katanya merupakan mukjizat dalam kaitannya dengan tiap kalimatnya. Setiap kalimatnya merupakan mukjizat dalam kaitannya dengan setiap ayatnya.
Al-Quran ini merupakan mukjizat dalam keterangan dan syairnya. Orang yang membacanya akan mendapati gambaran yang hidup tentang kehidupan, alam, dan manusia.
Al-Quran ini juga merupakan mukjizat dalam makna-maknanya yang menyingkap tirai-tirai yang menutupi hakikat kemanusiaan dan risalah menjadi nyata.
Al-Quran juga merupakan mukjizat dalam ilmu-ilmu dan pengetahuan-pengetahuan yang seringkali menguatkan ilmu modern dari hakikatnya yang tersembunyi.
Al-Quran juga merupakan mukjizat dalam syariatnya dan penjagaannya terhadap hak-hak manusia, dan pembentukan suatu masyarakat teladan yang dunia itu akan selamat di tangan mereka. Al-Quran ini telah menjadikan bangsa Arab, bangsa pengggembala unta dan kambing, menjadi pilar bangsa-bangsa dan pemimpin umat-umat. Ini merupakan mukjizat itu sendiri.
Tak dapat dipungkiri lagi, termuatnya seluruh poin di atas dan bahkan terangkai dan tercakup dengan baik itu merupakan suatu yang mustahil bagi kekuatan manusia, tidak akan tercapai oleh kemampuan mereka. Mereka tidak dapat menggapainya tidak mendatangkan tandingan yang semisal dengannya.
[1] Al-Bukhari, Matnul Bukhari, kitab Fadlailul Quran, bab Kaifa Nuzulul Wahyi wa Awwalu Ma Nuzila, hlm. 224.
[2] Manna’ Al-Qaththan, Mabahitsu fi ulumil Quran, hlm. 258-259.
[3] Manna’ Al-Qaththan, Mabahitsu fi ulumil Quran, hlm. 261-263.
[4] As-Suyuthi, Al-Itqan, hlm. 373, Maktabah Syamilah, CD.
[5] As-Suyuthi, Al-Itqan, hlm. 375, Maktabah Syamilah, CD.
0 komentar:
Posting Komentar