Pages

Rabu, 22 Desember 2010

HAIDH menyentuh AL-QUR'AN?!



Soal:
Wanita haidh memegang mushaf Al-Qur’an. Bolehkah? Terlarangkah?
(SMS dari: ukhtuna Nafi’ Pilang 0821 3772 xxxx)







Jawab:
Alhamdulillah, wa la haula wa la quwwata illa billah. Amma ba’du,
1.     Alloh Swt menegaskan:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ ) الحج : 32 (
“Itulah (gambaran orang yang menyekutukan Alloh Swt). Dan siapapun mengagungkan syi’ar-syi’ar[1] Alloh, maka sungguh itu termasuk dari (perbuatan orang-orang yang memiliki) taqwa dalam hati-hati.” Q.S. al-Hajj (22): 32.
Ulama` menilai mushaf al-Qur’an termasuk syi’ar-syi’ar Alloh Swt.

2.     Hadits shahih menegaskan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang untuk bersafar membawa al-Qur’an ke kawasan musuh”. HR Bukhari 2990.
Mengapa dilarang?!
HR Muslim 4947 menegaskan:
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ مَخَافَةَ أَنْ يَنَالَهُ الْعَدُوُّ.
“Rasulullah saw melarang untuk bersafar ke kawasan musuh dengan membawa al-Qur’an, karena dikhawatirkan al-Qur’an akan ditemukan oleh musuh” (lalu dihinakan -ed).
         
Imam Bukhari menulis dalam kitab Shahihnya 4/68:

باب السَّفَرِ بِالْمَصَاحِفِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ.
“Bab Bersafar ke Negara Musuh dengan Membawa Mushaf-mushaf.”

وَكَذَلِكَ يُرْوَى ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ بِشْرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم.
“Demikianlah diriwayatkan dari Muhammad bin Bisyr bin ‘Ubaidillah dari Nafi’  dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw.”

وَقَدْ سَافَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابُهُ فِي أَرْضِ الْعَدُوِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ الْقُرْآن.
“Dan Nabi saw beserta para shahabat beliau telah bersafar ke Negara musuh, sementara mereka mengetahui/memahami al-Qur’an[2]


[1] Syi’ar: tanda yang menjadi ciri khas bagi suatu hal, misalnya Negara atau kelompok; berupa suatu  ucapan, ukiran, atau tanda-tanda lainnya. (Mu’jam Lughatil Fuqaha` hlm. 263) –ed.
[2] Imam Bukhari berkata begitu untuk menjelaskan bahwa yang dilarang dalam hadits tersebut adalah membawa mushaf ke Negara musuh; bukan membawa al-Qur’an itu sendiri, sebab para shahabat berperang dalam kondisi terdapat al-Qur’an di dalam dada mereka. Lihat Fathul Bari 6/133. –ed.

to be continue...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About