وَمِنْ ءَايتِهِ
انْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ انْفُسِكُمْ ازْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ط إِنَّ
فِى ذلِكَ لاَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ [1]
Artinya:
الرِّجَالُ
قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا
انْفَقُوْا مِنْ امْوَالِهِمْ ج [2]
Artinya:
Orang
laki-laki itu jadi penegak (=pemimpin, pengatur) atas para wanita dengan sebab
apa yang Allah telah lebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita) dan dengan sebab apa-apa yang mereka (laki-laki) telah belanjakan
dari harta benda mereka.
Artinya:
Maka
wanita-wanita yang baik itu ialah wanita yang tunduk kepada Allah, yang menjaga
kehormatan/dirinya dalam keadaan ghaib dengan apa yang Allah telah peliharakan.
وَالّتِى
تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوْهُنَّ صلى فَاِنْ
اطَعْنَكُمْ فَلاَ
تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاَ ج إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا [4]
Artinya:
Berdasarkan pengertian dua ayat tersebut bisa diketahui bahwa di antara
tujuan nikah itu adalah:
Hal ini
dikarenakan pada pokoknya antara laki-laki dan perempuan itu ada hubungan
timbal balik yang saling menyempurnakan. Saling ketergantungan atau saling
memerlukan-nya. Ini sebagai contoh misalnya dalam hal melakukan pekerjaan.
Pada umumnya,
wanita tidak begitu bisa menyelesaikan/melakukan pekerjaan yang berat, yang
kasar dan memakan banyak tenaga, lantaran fisiknya yang rata-rata lebih kecil
dan lebih lembut. Sebaliknya, laki-laki pada umumnya tidak begitu mampu
melakukan/me-nyelesaikan pekerjaan yang halus-halus, yang memerlukan ketekunan
dan ketelitian. Di sinilah letak titik temu dua jenis manusia (laki-laki dan
perempuan itu), yakni dalam bentuk kerja sama untuk satu kepentingan.
Sebenarnya keadaan saling membutuhkan ini tidak hanya sampai begitu saja.
Laki-laki yang umumnya bersikap tegas, keras, kasar, dan intolerans itu
memerlukan bantuan semacam koreksi yang lunak, lembut dan halus, yang lebih
mudah berperasaan sebagai indera keenamnya dan ini semuanya Allah takdirkan
pada wanita.
Dan sebaliknya
pula wanita yang relatif lebih peka (mudah tersentuh) dan karenanya lebih mudah
terdorong untuk mengambil keputusan dalam jangkauan pendek, memerlukan pimpinan
seorang pemimpin yang akan memperhitungkan keputusannya agar tidak menimbulkan
akibat-akibat yang tidak begitu enak dalam masa yang panjang. Dan ini Allah
ciptakan pada laki-laki.
Jadi, di samping
keperluan yang bersifat penyelesaian pekerjaan dari segi kejiwaan pun,
laki-laki memerlukan pendamping wanita dan wanita memerlukan pendamping
laki-laki. Kalau anak-anak larinya kepada ibu atau bapaknya, orang-orang dewasa
kepada suami atau istrinya.
Ketenangan yang
lain ialah dalam segi 'irbah. Orang yang sudah mempunyai jodoh (suami atau
isteri) relatif lebih bisa mengendalikan diri, lantaran sudah mempunyai tempat
pe-nyaluran beban/syahwat. Jadi sudah selayaknya bila orang ini tidak mudah
tergelincir dalam kemaksiatan karena ketenangan jiwa dan syahwatnya.
Sesuai dengan
fitrahnya, laki-laki mempunyai kelebihan atas wanita. Dengan kelebihan itu,
Allah jadikan laki-laki sebagai pemimpin atas wanita dan Allah suruh wanita
thaat dan menghargai laki-laki (suaminya), berusaha mencari ridha suami
sepanjang tidak mendurhakai Allah. Hal ini sebagaimana hadits:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ انَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ايُّمَا امْرَاةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا ، دَخَلَتِ الْجَنَّةَ . (رواه ابن ماجه والتّرمذى
وقال حديث حسن غريب وصحّحه الحاكم) [5]
Artinya:
Dari Ummi Salamah, bahwasanya Nabi
saw. bersabda: "Mana-mana perempuan yang mati sedangkan suaminya ridha darinya maka perempuan itu masuk jannah. Hadits riwayat Ibnu Majah dan At-Turmudzi dan dia
katakan: “Hadits hasan gharib”, dan Hakim menshahihkan-nya.
Jadi dengan nikah
amanat ini bisa dilaksanakan, dan demikian pula halnya dengan amalan
sebagaimana hadits di atas.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ج هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَانْتُمْ لِبَاسٌ قلى لَهُنَّ
عَلِمَ اللهُ انَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ انْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ
وَعَفَا عَنْكُمْ صلى فَاْلاَنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ ج [6]
Artinya:
Dihalalkan untuk kamu sekalian pada
malam hari puasa (shaum) itu berkumpul (rafats) kepada perempuan-perempuan
kalian (isteri). Mereka itu adalah (seumpama) pakaian untuk kamu sekalian dan
kamu sekalian pun (seumpama) pakaian untuk mereka (isteri-isteri). Allah
mengetahui bahwasanya kalian akan mengkhianati diri-diri kalian sendiri, maka
Dia memberi taubat atas kamu sekalian dan Dia maafkan dari kalian. Maka
sekarang gaulilah mereka itu (isteri-isteri) dan carilah apa-apa yang Allah
tetapkan untuk kamu sekalian.
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ صلى ثُمَّ اتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَى
اللَّيْلِ ج وَلاَ تُبَاشِرُوْهُنَّ وَانْتُمْ
عَاكِفُوْنَ فِى اْلمَسَاجِدِ قلى تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوْهَا
قلى كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ [7]
Artinya:
Dan makan serta minumlah sehingga
terang bagi kalian tali putih dari tali hitam dari waktu fajar, kemudian
sempurnakanlah shaum (puasa) kamu itu sampai malam hari, dan janganlah kalian
menggauli mereka (isteri-isteri) sedang kalian diam di masjid-masjid. Demikian
itu adalah batas-batas Allah, maka jangan kalian mendekatinya. Seperti itulah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya untuk manusia supaya mereka itu terpelihara.
Demikianlah Allah
telah menghalalkan perempuan atas laki-laki dan laki-laki atas perempuan,
sesudah mereka melalui prosedur yang Allah tentukan, yakni nikah. Sesudah
nikah, sedemikian dekatnya mereka antara yang satu dengan yang lain, sehingga
Allah umpamakan yang satu jadi pakaian buat yang lainnya.
نِسَآئُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ انَّى شِئْتُمْ صلى وَقَدِّمُوْا ِلاَنْفُسِكُمْ ج وَاتَّقُوْا اللهَ وَاعْلَمُوْا انَّكُمْ
مُلاَقُوْهُ قلى وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ [8]
Artinya:
Perempuan-perempuan kalian itu
adalah (seumpama) ladang buat kalian; maka datangilah ladang kalian itu itu
sekehendak kalian dan dahulukanlah untuk diri kalian; dan taqwalah kalian
kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya kalian akan berjumpa dengan-Nya. Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman itu.
Demikianlah Allah
umpamakan perempuan itu ladang bagi laki-laki tempat dia me-nanamkan benih yang
diharapkan tumbuhnya. Kalau tidak ada seorang petanipun yang tidak mengharapkan
benih yang ditanam diladang tumbuh subur, maka seperti itu pulalah semesti-nya
tidak seorang manusiapun mengharapkan bahwa benih yang dia tanamkan di
‘ladang’nya itu tidak tumbuh menjadi anak.
Begitu pula kalimat وَ قَدِّمُوْا لاَنْفُسِكُمْ dalam ayat ini diterangkan oleh mufassirin sebagai: mengharapkan
mendapat anak sebagai hasil menanamkan benihnya, yang setelah dididik nanti nya
diharapkan menjadi anak yang shalih yang mendo’akan orang tuanya.
Bahwa mendapatkan
anak itu merupakan sebagian dari tujuan nikah, adalah seperti yang diterangkan
pula dalam hadits:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ : إِنِّى اصَبْتُ
امْرَاةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَانَّهَا لاَ تَلِدُ افَاتَزَوَّجَهَا ؟ قَالَ :
لاَ ، ثُمَّ اتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ، ثُمَّ اتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ :
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّى مُكَاثِرُ بِكُمُ اْلاَمَمَ [9]
Artinya:
Dari Ma’qil bin Yasar berkata: Telah
datang seorang laki-laki kepada Nabi saw. lalu berkata: “Sesungguhnya aku ini
mendapatkan seorang perempuan yang mempunyai kemuliaan (peng-aruh) dan
kecantikan; dan sesungguhnya dia itu tidak beranak; adakah (bolehkah) aku
menikahinya? Bersabda (Nabi saw.): ‘Jangan!’ kemudian laki-laki itu mendatangi
beliau (untuk) kedua kalinya, maka beliau melarangnya; kemudian laki-laki itu
mendatangi beliau (untuk) yang ketiga kalinya, maka bersabdalah beliau:
‘Menikahlah kalian perempuan pengasih yang banyak anaknya, karena sesungguhnya
aku ini akan dengan banyaknya kalian atas segala ummat”.
Dari larangan
Rasulullah saw. kepada sahabat untuk menikahi perempuan yang tidak dapat
mempunyai anak (berdasarkan pengetahuan yang sudah ada atau yang sudah berlaku)
dapat diketahui bahwa mendapatkan keturunan itu merupakan sebagian dari tujuan
pernikahan, meskipun unsur untuk mendapatkan kesenangan itu juga terdapat di
sana.
Demikian pula kalimat: وَ ابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ yang artinya: (Dan carilah
apa-apa yang Allah tetapkan untuk kamu sekalian) dalam surat Al-Baqarah 187
yang lalu menunjukkan bahwa mendapatkan keturunan itu merupakan satu hal yang
tidak mungkin diabaikan dari adanya pernikahan.
Dari keempat tujuan nikah tadi dapatlah nantinya diambil suatu rumusan
bahwa pada pokoknya suatu pernikahan itu dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan perempuan dengan prinsip untuk tolong-menolong mencari ridla Allah.
[1] Surat
Ar-Rum (30): 21.
[5] Asy-Syaukani, Nailul Authar, juz 6, hlm. 218, h. 2804, kitab 40 Al-Walimah wal bina
‘alan nisa` wa usyratihinna, bab 777 Ihsanul ‘Usyrah wa Bayani Haqqiz Zaujaini.
[6] Surat Al-Baqarah (2): 187.
[9] Abu Dawud, Sunan Abi
Dawud, jld. 1, hlm. 471, h. 2050, kitab An-Nikah, bab 4 An-Nahyu ‘an
Tazwiji man lam yalid minan Nisa`dan lafadh ini baginya. An-Nasa’i, Sunan,
juz 6, hlm. 65-66, h. 3175, kitab 26
An-Nikah, bab 11 Karahiyatu Tazwijil ‘Aqim, pada bab ini terdapat riwayat Anas.
Dan Ahmad, Al-Musnad, juz 3, hlm. 158 dan 245.
0 komentar:
Posting Komentar